Date:

Share:

Puasa dan Kepekaan Sosial

Related Articles

Kuliah Shubuh pada hari Kamis, 20 Ramadhan 1443 H/21 April 2022 di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) disampaikan oleh Al-Ustadz Dr. H. Agus Budiman, M. Pd.. Pada kuliah shubuh ini, beliau menyampaikan materi yang berkenaan tentang ibadah puasa dan kepekaan sosial.

Di awal kuliah, beliau menjelaskan bahwa, ibadah puasa merupakan ibadah yang istimewa. Ibadah puasa dikatakan istimewa karena sifatnya sangat pribadi. Dalam suatu hadits qudsi, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman bahwa, ibadah puasa adalah untuk-Nya, dan Allah sendiri yang akan membalasnya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ الصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي ‏”‏‏.‏

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman: ‘Puasa adalah milik-Ku, dan Aku sendirilah yang mengganjarinya, orang yang berpuasa itu meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya karena Aku.’ ” Shahih Bukhari 6938

Keistimewaan ibadah puasa sangat jelas disebutkan dalam hadits qudsi tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala pun menyatakan bahwa, ibadah puasa seorang hamba adalah milik-Nya. Dengan ini, ibadah puasa merupakan puncak kedakatan hamba dengan Rabb-nya.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 183, Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk berpuasa supaya ber-taqwa. Makna taqwa yang dimaksud dalam ayat ini secara khusus artinya adalah ketakutan. Ketakutan disini maksudnya rasa takut yang timbul karena kecintaan hamba kepada Rabb-nya, sehingga takut kehilangan momentum ibadah puasa di bulan suci Ramadhan ini.

Walaupun dikatakan sebagai ibadah individu, ibadah puasa juga memiliki dimensi sosial yang kuat. Pada hakikatnya, ibadah puasa tidak hanya tentang menahan diri dari lapar dan dahaga saja, dalam berpuasa kita juga harus menjaga lisan dan perbuatan agar tidak menyakiti orang lain. Menyakiti hati orang lain dengan lisan, maupun perbuatan akan mengurangi kualitas ibadah puasa kita.

Dimensi sosial dalam ibadah puasa, juga dibuktikan dengan hadits tentang keutamaan memberi makan orang yang berpuasa.

‏عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ـ صلى الله عليه وسلم ـ ‏  “‏ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا ‏”‏ ‏.‏

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani berkata, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” Sunan Ibn Majah 1746

Berpuasa mengajarkan kita untuk saling tolong menolong, saling berbagi, dan saling menjaga hati. Dengan berpuasa secara kaffah, kita akan mendapatkan kemenangan berupa ganjaran dari Allah dan kebahagiaan sosial.

Dalam kuliahnya, Al-Ustadz Agus Budiman berpesan kepada jamaah kuliah shubuh untuk senantiasa bersyukur, karena hingga saat ini masih memiliki kesempatan menunaikan ibadah shoum di bulan Ramadhan ini. Alif

 

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz Dr. H. Agus Budiman, M.Pd. di masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor.

 

Baca Juga:

Menyucikan Diri Dengan Berpuasa

Menanamkan Jiwa Kesabaran dan Keikhlasan

Ad-Dhuha: Bukti Cinta Allah pada Hamba-Nya

Popular Articles