Date:

Share:

Kuliah Shubuh: Takwa dan Hawa Nafsu

Related Articles

Ahad, 2 Ramadhan 1443/3 April 2022, di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor diadakan kuliah shubuh. Pemateri untuk kuliah shubuh kali ini adalah Al-Ustadz Farid Sulistyo, Lc. setelah sebelumnya diisi oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal.

Pada shubuh kali ini, beliau menyampaikan perihal takwa dan hawa nafsu. Seandainya kehidupan ini diibaratkan pertandingan futsal(كرة الصالات), maka kemungkinan yang akan terjadi adalah adanya pihak yang menang dan kalah atau bahkan seri(draw/التعادل). Di bulan puasa Ramadhan ini, pihak yang bertanding adalah takwa dan hawa nafsu.

Sebagaimana yang kita ketahui, puasa(الصوم) secara bahasa memiliki arti menahan(الإمساك), atau lebih jelasnya menahan diri dari makan dan minum serta segala hal yang dapat membatalkan puasa, singkatnya menahan hawa nafsu. Oleh sebab itu, di bulan Ramadhan ini seorang muslim dibiasakan untuk berpuasa atau menahan diri dari hawa nafsu selama sebulan penuh.

Jika bulan Ramadhan ini diibaratkan sebagai lembaga pendidikan, di dalamnya terdapat kurikulum(ibadah) wajib dan juga sunnah. Nantinya, lembaga pendidikan bulan Ramadhan atau Madrasah Ramadhan ini akan meluluskan siswa-siswanya dan mendapat gelar dari madrasah itu. Apa gelarnya? Gelarnya adalah MTQ, apa itu MTQ? Diambil dari kata “Muttaqiin” atau orang-orang yang bertakwa.

Di dalam QS. Al-Baqarah ayat 183 dijelaskan puasa Ramadhan itu “لعلّكم تتّقون, tujuan akhirnya adalah mudah-mudahan dapat menjadi orang yang bertakwa. Masih dikatakan “mudah-mudahan” karena ia bukanlah jaminan. Mengapa demikian? Karena orang-orang yang berpuasa itu pasti berbeda kualitasnya. Berbeda-beda dikarenakan ada unsur hawa nafsu yang dapat memprovokasinya agar berbuat yang enak. Sehingga jika ingin puasa ini menjadi berkualitas, maka seseorang yang berpuasa harus tahu tujuan(goal) dari puasa tersebut yaitu ketakwaan.

Takwa berasal dari kata وَقَى-يَقِي   yang artinya mencegah. Puasa tidak hanya sekedar mencegah dari makan dan minum, tapi lebih dari itu yaitu puasa mata, puasa telinga, bahkan puasa jiwa. Maksudnya adalah selama bulan suci Ramadhan ini, bukan hanya nafsu makan dan nafsu minum yang ditahan, melainkan hawa nafsu yang akan terwujud lewat mata dan telinga juga ditahan. Apa yang akan dilihat dan apa yang akan didengar tergantung pada diri masing-masing, apakah seseorang akan menuruti hawa nafsu atau menahannya sebagai perwujudan dari ketakwaan.

Terakhir, beliau mengajak kita semua agar menjadikan puasa di bulan Ramadhan ini sebagai wadah penggemblengan diri, sehingga dapat meraih ketakwaan. Dengan takwa, puasa dapat menjadi lebih berkualitas dan menjadikan kita kuat dalam menahan hawa nafsu. Sehingga, jika kembali pada pengibaratan tersebut di atas, bahwa kehidupan ini adalah pertandingan futsal, kemudian di bulan Ramadhan ini takwa dan hawa nafsu sebagai pihak yang bertanding, maka yang keluar sebagai pemenang adalah takwa. Abdurrahman

Disarikan dari Kuliah Shubuh yang diisi oleh Al-Ustadz Farid Sulistyo, Lc. di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor.

 

Related Articles:

Kuliah Shubuh: Bimbingan Jiwa, Santapan Otak, serta Tuntunan Akhlak dan Budi

Kuliah Shubuh: Maknailah Kehidupan Untuk Perubahan!

Kuliah Shubuh: Meraih Gelar Taqwa di Bulan Ramadhan

Popular Articles