Date:

Share:

Kuliah Shubuh: Meraih Gelar Taqwa di Bulan Ramadhan

Related Articles

Kuliah Shubuh di Masjid Jami’ Pondok Modern Darussalam Gontor pada Rabu pagi, 2 Ramadhan 1442/14 April 2021 disampaikan oleh Al-Ustadz H. Farid Sulistyo, Lc.. Dalam kuliahnya, beliau membicarakan tentang bagaimana seorang muslim meraih gelar taqwa di bulan yang suci ini. Berikut ringkasannya.

  • Budayakan dan optimalkan bersyukur, apapun keadaan kita di dunia ini. Bahkan kalau kita lihat nikmat Allah kepada kita dari sejak lahir, jumlahnya tidak terhitung.
  • Umur kita berada pada genggaman Allah. Maka setiap kali kita temukan ada kesempatan hidup, kita patut bersyukur.

لإن شكرتم لأزيدنّكم

 

  • Setelah berpuasa, kita seharusnya mendapatkan gelar ‘orang yang bertaqwa’. karena taqwa adalah goal terakhir daripada puasa. Dan itu memerlukan proses yang panjang dan tidak mudah.

لعلّكم تتّقون

  • Taqwa secara bahasa: menjaga, menahan diri, membentengi diri dari hal yang bernuansa dosa. Dengan apa kita menahan diri? Dengan ibadah dan aktivitas hidup tertentu, agar tidak terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan.

 

  • Kalau diibaratkan, bulan puasa Ramadhan ini seperti sebuah madrasah. Lembaga pendidikan yang menggembleng para siswanya dengan kurikulum tertentu, dan nantinya akan diwisuda. Dan yang diwisuda, nantinya akan meraih gelar ‘taqwa’.
  • Kurikulum yang ada di madrasah Ramadhan ini ada yang wajib; yaitu puasa, dan ada juga yang sifatnya pilihan; hukumnya tidak wajib tapi bila dikerjakan akan mendapatkan pahala lebih. Contohnya seperti membaca Al-Qur’an, sedekah, memperbanyak dzikir, dan yang lainnya.

 

  • Puasa itu disebut juga imsak, yang artinya menahan.
  • Kenapa dinamakan imsak? Karena ternyata di dalam diri kita memang terdapat keinginan atau kecenderungan, yang kalau dituruti semuanya tanpa dibatasi maka akan menerjang rel-rel syariah dan menjerumuskan ke dalam jurang kemaksiatan. Untuk itulah, keinginan tersebut harus dibatasi dan direm. Harus di-imsak.
  • Kecenderungan apa itu? Itulah yang dinamakan dengan Hawa Nafsu. Keinginan yang selalu bergejolak.
  • Di dalam diri kita sebenarnya sedang terjadi peperangan besar nan mahadahsyat, yaitu antara diri kita dengan hawa nafsu.
  • Nafsu itu sifatnya cenderung kepada keburukan.

ميّالة إلى الشرّ، وفرّارة من الخير

 

  • Kalau puasa hanya sekedar menahan makan dan minum, itu masih terlalu mudah. Yang lebih sulit dan lebih hebat lagi, yaitu puasa yang tidak hanya menahan makan dan minum, tapi juga menahan gejolak jiwa yang jelek.
  • Contoh: menahan mulut untuk tidak ghibah, atau sekedar membicarakan yang jelek. Hal itu memang tidak mudah, tapi justru bila tidak ditahan maka akan merusak pahala puasa kita.

 

  • Dalam satu hadis disebutkan bahwa puasa itu seperti ‘perisai’. Puasa akan menjadi perisai yang kuat dan betul-betul menahan dari nafsu, selama ia tidak dirusak.

الصوم جُنّة، ما لم يخرقها

  • Bagaimanakah rusaknya puasa? Di dalam hadis yang sama disebutkan bahwa perbuatan yang dapat merusak ‘perisai’ orang yang berpuasa adalah berbohong atau berbuat ghibah.

بم يخرقها؟ قال: بكِذب أو غيبة

  • Bila perisai tersebut sudah rusak atau berlubang, maka perisai itu tidak berguna lagi.
  • Dengan demikian, puasa pada tingkat yang lebih tinggi adalah puasa yang tidak hanya menahan makan dan minum saja, tapi juga menahan gejolak nafsu dan tidak terjerumus kepada kemaksiatan. Puasa yang mampu dijadikan sebagai perisai, yang mampu menghindarkan dari bohong,ghibah, ataupun perbuatan tercela lainnya.

 

  • Kebiasaan baik selama di bulan Ramadhan harus dijaga dan dipertahankan bahkan hingga di luar bulan Ramadhan. Jangan sampai ketika Ramadhan mampu menahan diri, namun setelah Ramadhan selesai semua itu malah dilanggar. Ingatlah bahwa godaan nafsu itu tidak akan pernah berhenti. Kalau tidak ditahan, maka akan terus berkelanjutan bahkan semakin menjadi-jadi.

 

  • Terdapat sebuah ungkapan hikmah yang menggambarkan tentang kualitas taqwa, yaitu kisah tentang nabi Yusuf a.s. yang selalu kelaparan. Ketika ia ditanyai pertanyaan, “mengapa engkau memilih kelaparan, padahal engkau adalah bendaharawan negeri (dan engkau bisa saja mengambil walau sedikit dari persediaan yang ada supaya sekedar tidak merasa kelaparan)?” lalu pertanyaan itu dijawab oleh nabi Yusuf, “aku takut apabila aku merasakan kenyang, kemudian aku melupakan mereka yang kelaparan di luar sana”. Jawaban tersebut sekaligus menjadi bukti dari ketaqwaan nabi Yusuf, bahwa yang mendorongnya untuk merasa khawatir dengan keadaan tersebut adalah oleh sebab ketaqwaan di dalam dirinya.zahrulmuhsinin

قيل ليوسف عليه السلام: ما لك تجوع وأنت على خزائن الأرض؟ أجاب: أخاف أن أشبع فأنسى الجائعين

 

Related Articles:

Kuliah Shubuh: Sudah Ada Sejak Awal Berdirinya Pondok

Pondok Berdiri Bersama Kultum Shubuh

K.H. Hasan Abdullah Sahal Mengisi Kuliah Shubuh di Masjid Namira, Lamongan

Popular Articles