Date:

Share:

Catatan Ustadz Suharto: Wisata Peradaban ke Jepang (Bagian II)

Related Articles

Tiba di Tokyo Prince Hotel
Tiba di Tokyo Prince Hotel

Tiba di Bandara Internasional Narita
Hari itu, Senin pagi, 21 Oktober 2013, kami tiba di Bandara Internasional Jepang Narita. Kesyukuran kami sangat besar, karena sebelumnya kami tidak pernah menyangka mendapat kesempatan berkunjung ke Jepang, dan seperti mimpi saja, tiba-tiba kami sudah menginjakkan kaki di Negeri Sakura ini. Suasana bandara masih agak sepi, pesawat kami tampaknya termasuk pesawat yang awal landing di hari itu. Narita baru saja diguyur hujan deras, hal itu kami rasakan dari suhunya yang cukup dingin serta air hujan yang masih membasahi halaman parkir. Setelah semua mengecek barang serta memenuhi kebutuhan pribadi lainnya, kami segera mencari penjemput sekaligus guide yang akan membawa kami ke hotel. Tampaknya penjemput belum berada di tempat, untungnya Pak Dadi sebagai ‘kepala suku’ (julukan yang kami berikan untuk ketua rombongan) bertindak sigap dengan mengontak Bapak Shintani di Jakarta. Alhamdulillah, tidak lebih dari seperempat jam kemudian kami disapa oleh penjemput sekaligus guide kami. “Mohon maaf atas keterlambatan penjemputan ini, karena pesawat Anda tiba lebih cepat dari jadwal yang tertulis,” sapa beliau. Kami memaklumi bahwa orang Jepang sangat menghargai waktu, mereka tidak suka datang terlalu awal apalagi terlambat. Ini adalah pelajaran berharga yang kami dapatkan hari ini.

Dalam perjalanan menuju hotel, beliau menerangkan acara kami pada hari pertama di Jepang. Kami akan mendapat waktu istirahat sekadarnya di hotel, makan siang, dan akan mengadakan kunjungan observasi lapangan, city tour mengenal lebih dekat Kota Tokyo, menghadiri pertemuan sambutan di kantor Wakil Menteri Luar Negeri, serta jamuan makan malam di Kantor Dirjen Kementerian Luar Negeri Jepang.

Tokyo Prince Hotel
Kami diinapkan di Tokyo Prince Hotel yang berlokasi di jantung Kota Tokyo, bersebelahan dengan Tokyo Tower yang legendaris, sehingga setiap saat kami bisa menikmati pemandangan indahnya. Prince Hotel didesain sebagai hotel klasik namun mempunyai fasilitas lengkap dan modern. Seperti saat di Jakarta, masing-masing kami mendapat satu kamar hotel, fasilitas lengkap termasuk wifi.

Kami terbiasa untuk membuat perjanjian waktu untuk berkumpul terlebih dahulu sebelum mengikuti suatu acara. Pada hari ini, ada seorang peserta yang agak terlambat turun ke lobi sehingga ditunggu oleh anggota delegasi lainnya. Dengan bahasa yang sopan dan halus, Pak Dadi sebagai ketua rombongan mengingatkan, bahwa hal seperti ini tidak boleh terulang lagi, masing-masing kita harus menghargai waktu, karena kita tidak sendirian, kita bersama rombongan dan terikat dengan acara-acara yang sudah ditentukan, dan juga berkaitan dengan orang lain. Alhamdulillah, semua legowo menerima teguran beliau dan setelah itu semua kegiatan berjalan lebih lancar, karena tidak ada lagi yang terlambat.

Hidangan makan siang kami disediakan di hotel, jatah satu orang untuk makan di hotel sekitar 3500 Yen, di beberapa tempat bahkan bisa mencapai 6000 Yen. Model hidangan di sini adalah prasmanan. Segala macam makanan tersedia, tapi tentunya kami harus memilih yang aman: ikan laut, nasi putih, sayur, kentang goreng, dan buah plus roti menjadi menu utama kami di hotel Jepang. Tampaknya hotel kami selalu fully booked, hal itu tampak pada suasana di restoran yang selalu penuh, baik untuk makan pagi, siang maupun malam, bahkan di hotel ini juga ada beberapa restoran lainnya yang berlokasi di lantai bawah.

Menjelang city tour, kami duduk-duduk di lobi hotel, bekal uang yang saya bawa berupa mata uang dolar, sementara toko-toko di Jepang tidak melayani transaksi selain dengan Yen. Kami bertanya kepada resepsionis hotel untuk penukaran uang, seperti yang kami temukan di Hotel Pullman Jakarta. Ternyata di Prince Hotel ada mesin penukaran uang, kami cukup memasukkan uang Dolar, nanti akan muncul kurs Yen di layar, dan bila kita setuju, segera tekan tombol “Yes”, maka uang Dolar pun sudah berganti Yen, lengkap dengan pecahannya di mesin anjungan tersebut, sangat praktis dan fair. Dalam waktu singkat, beberapa Dolar saya sudah berganti Yen. Alhamdulillah, teknologi memang sangat memudahkan kehidupan manusia, asalkan kita benar dan tepat dalam menggunakannya.

Kuil Asakusa
Tokyo selama ini identik dengan pusat Kota Jepang dengan berbagai bangunan-bangunan megah dan kehidupan yang modern. Namun, di balik itu semua, Tokyo memiliki sebuah kuil yang tidak pernah sepi oleh pengunjung, yakni Kuil Asakusa. Kuil ini sudah berdiri sejak ratusan tahun silam. Walaupun demikian, kuil ini tidak pernah mengalami perubahan sejak didirikan.

Asakusa sebenarnya merupakan nama sebuah desa di sebelah timur laut kota Tokyo, kemudian terkenal untuk nama kuil Budha yang didirikan di sana. Nama kuilnya sendiri adalah Sensoji, konon sudah dibangun sejak abad ke-7, sehingga merupakan kuil tertua di Jepang. Masyarakat Budhis Jepang percaya bahwa di sinilah bersemayam dewi kemurahan dan kemakmuran.

Ketika memasuki Gerbang Asakusa, kesan pertama saya adalah memasuki komplek Masjid Ampel, di mana lorong-lorong jalan menuju main building dipenuhi deretan toko yang selalu dipadati para peziarah. Asakusa seolah mengajak kita memasuki lorong waktu menuju Jepang zaman dahulu, bangunannya bukan hanya megah tetapi juga sangat artistik, disebelah kiri depannya berdiri kokoh sebuah pagoda dengaan lima tingkat yang sejak didirikan beratus tahun lalu belum pernah dipugar, goyangan gempa yang cukup sering di Jepang tidak memberikan efek kerusakan sama sekali pada kuil ini. Ini bukti bahwa sejak zaman dahulu, orang Jepang sudah menggapai kecanggihan ilmu konstruksi bangunan.Jepang Bagian II (2)

Setiap harinya, jumlah peziarah mencapai ribuan bahkan puluhan ribu, dari berbagai kalangan masyarakat, mulai rakyat biasa hingga para pejabat, anak-anak hingga orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan, semuanya bertumpah-ruah di area kuil ini. Setelah memasuki gerbang, pengunjung akan menemukan anjungan bangunan, para penganut Budha bisa mendapatkan sebatang kayu yang dikocok dalam sebuah wadah, kemudian mengambil sebuah tulisan yang disimpan di kotak-kotak kecil sesuai dengan nomor yang ditunjukkan batang kayu tadi, tulisan tadi berisi peruntungan nasib. Selanjutnya mereka akan mendekati padupan yang selalu mengeluarkan asap, mereka berusaha mengasapi sebanyak mungkin badannya dengan harapan mendapat kesehatan serta keberkahan. Di sebelah kanang padupan ada pancuran air untuk bersuci dengan cata berkumur dan mencuci tangan, berikutnya pengunjung menuju bangunan utama untuk berdoa setelah sebelumnya melempar beberapa koin untuk ‘shodaqah’.

Yang menarik, di sebelah bangunan Kuil Asakusa juga berdiri megah kuil agama Shinto, kepercayaan asli masyarakat Jepang. Meskipun pengunjungnya tidak seramai kuil Budha, namun hal ini memberikan pesan bahwa masyarakat Jepang sangat toleran dengan kepercayaan agama yang berbeda-beda.

Taman Kaisar
Sebelum acara di Kantor Wakil Menteri Luar Negeri Jepang, kami diajak mengunjungi Taman Kaisar yang luas, bersih, asri, dan indah. Taman ini didominasi oleh tanaman cemara udang yang terawat indah, dilengkapi bangku-bangku taman yang memadai di antara hamparan permadani rumput hijau yang tebal. Di tengah-tengah taman kami menemukan sebuah patung prajurit berkuda dengan zirah perang yang lengkap, menggambarkan keberanian prajurit Jepang sejak zaman dahulu kala. Para pengunjung bebas menikmati keindahan taman ini, karena lokasinya masih jauh dari bangunan istana kaisar yang dikelilingi benteng kuno di tengah Kota Tokyo.

Istana Kaisar hanya dibuka dua kali setahun, yaitu pada Hari Ulang Tahun Kaisar Akihito, 23 Desember, dan Tahun Baru, 2 Januari. Ketika itu masyarakat berdondong-bondong mengunjungi Istana Kaisar. Jepang merupakan negara demokrasi dengan multi partai, kedaulatan di tangan rakyat, namun mereka mempunyai simbol pemersatu dan spirit masyarakat Jepang, yakni Kaisar. Masyarakat sangat menghormati Kaisar beserta keluarganya. Mereka juga mendapatkan hak-hak istimewa, tetapi dalam ranah politik, kekuasaan Kaisar sangat dibatasi dan diatur oleh undang-undang.

Penyambutan Wakil Menteri Luar Negeri Jepang
Pada sore hari, kami mengadakan kunjungan kehormatan dan audisi dengan Bapak Kishi, Wakil Menteri Luar Negeri Jepang, bertempat di kantor beliau. Acara audisi berjalan lancar, khidmat dan simpel. Dalam kata sambutannya, Bapak Kishi menyampaikan ucapan selamat datang kepada anggota delegasi, kemudian mengungkapkan kebahagiaannya bisa mengundang para pimpinan pesantren di Indonesia berkunjung ke Jepang untuk yang kesepuluh kalinya. Waktu kunjungan ini dipilih yang paling sesuai, musim yang sangat indah, di akhir musim gugur dan awal musim dingin, dengan demikian udara dan cuaca sangat bersahabat. Dalam pandangan beliau, Indonesia adalah negara sahabat Jepang di Asia, yang sedang bergerak maju ke depan, demokratis serta sangat strategis peranannya. Jepang sudah menjalin hubungan persahabatan dan kerjasama dengan Indonesia sejak 55 tahun lalu, dan acara undangan pimpinan pesantren ke Jepang sudah berlangsung sejak 2004 lalu. Sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia diharapkan bisa berperan lebih banyak lagi untuk perdamaian dunia.Jepang Bagian II (6)

Sebagaimana Indonesia, Jepang juga sudah membuktikan sebagai negara yang sangat menjunjung tinggi prinsip-prinsip toleransi. Meskipun mayoritas penduduk Jepang beragama Budha, namun kehadiran agama lain juga diterima dan agama tidak menghalangi kemajuan suatu bangsa, seperti agama Budha yang justru mendorong kemajuan Jepang. Selanjutnya Bapak Kishi juga menguraikan runtutan acara yang akan kami ikuti selama 11 hari berada di Jepang. Beliau berharap agar peserta delegasi bisa menikmati kunjungan ini serta mengambil manfaat yang sebesar-besarnya. Karena beliau mengerti bahwa anggota delegasi adalah para praktisi pendidikan, beliau mengingatkan bahwa hasil pendidikan baru bisa dinikmati puluhan bahkan seratus tahun kemudian, tidak bisa instan, tetapi kita harus terus bergerak memajukan pendidikan. Guru mempunyai peran sentral dan strategis dalam pendidikan anak bangsa, karena itu guru harus terus dihormati, dipercayai oleh muridnya. Guru harus terus belajar dan meningkatkan diri. Beliau mengakui, di Jepang pun masih banyak kendala yang dihadapi guru dalam pendidikan, maka kami pun bisa sharing dan bertukar pengalaman. Sementara Bapak Dadi Darmadi mewakili rombongan delegasi menyampaikan sambutan yang intinya menyampaikan banyak terima kasih atas konsistensi Pemerintah Jepang menyelenggarakan acara ini, sehingga terbuka jendela yang lebih luas untuk saling berkomunikasi dan belajar.

Resepsi Jamuan Makan Malam
Selepas diterima Bapak Kishi, kami sudah ditunggu para pejabat Kementerian Luar Negeri beserta sebagian staf di ruangan lain. Hadir dalam acara tersebut beberapa staf KBRI di Tokyo seperti Bapak Ahmad Munir, ketua Japan Foundation Tuan Atsushi Kanai, Tuan Aya Kumakura, Tuan Yutaka Iemura (mantan Duta Besar Jepang di Indonesia), Tuan Naoki Kumagai, Ketua persahabatan Jepang Asia tenggara, Fumihiro Kawakami, dan tokoh-tokoh penting lainnya. Bapak Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Jepang menyampaikan kata sambutan selamat datang kepada para anggota delegasi, kemudian memaparkan hasil-hasil yang sudah dicapai oleh kedua negera (Jepang dan Indonesia) sejak hubungan dan kerjasama bilateral dijalankan 55 tahun lalu. Bapak mantan Dubes Jepang untuk Indonesia tahun 2004, Yutaka Iimura juga menyampaikan kata sambutannya. Beliau bernostalgia dengan Jakarta dan Indonesia serta menyampaikan harapan-harapannya untuk kunjungan kami. Acara berikutnya adalah menyantap hidangan makan malam yang khas Jepang. Kami bersyukur sudah mulai diperkenalkan masakan Jepang sejak di Jakarta, sehingga cepat familiar dengan hidangan di Kantor Kementerian Luar Negeri ini. Setelah selesai jamuan makan malam, kami bergegas kembali ke hotel untuk beritirahat, karena besok pagi-pagi kami sudah dijadwalkan mengikuti acara berikutnya: berkunjnung ke sebuah SD Negeri dan melanjutkan perjalanan ke Kyoto.

 

Popular Articles