Date:

Share:

Wali Kelas dan Pengajar Alquran Ikuti Tahsinul Qiro’ah

Related Articles

GONTOR — Seluruh wali kelas dan pengajar Alquran dari kelas 1-3 Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI) mengikuti program Tahsinul Qiro’ah yang diselenggarakan KMI. Program yang bertujuan memperbaiki dan meningkatkan bacaan Alquran para santri ini berlangsung selama delapan hari berturut-turut sejak Selasa (9/11) hingga tiba Hari Raya Idul Adha seminggu kemudian, Selasa (16/11). Menurut penuturan Ustadz Denny Ramli Fauzi selaku panitia, selama ini masih banyak terdapat kesalahan santri dalam membaca Alquran. Oleh karena itu, program yang bertempat di aula Afghanistan ini dinilai sangat perlu diadakan.

Guna menyukseskan program ini, KMI mengundang Ustadz Muhammad Fikri untuk menjadi tutor. Laki-laki yang akrab dipanggil Ustadz Fikri ini, ungkap Ustadz Denny, sebenarnya sudah bertemu dengan Pimpinan Pondok, KH. Hasan Abdullah Sahal sewaktu beliau berkunjung ke Mesir karena yang bersangkutan merupakan mahasiswa di sana. Selain itu, sebelum berangkat ke Mesir, Ustadz Fikri telah menimba ilmu di Gontor dan menjadi alumni pada tahun 2002 silam. Bahkan, ustadz yang berasal dari Jakarta ini sempat mengabdikan dirinya sebagai staf pengajar di Pondok Modern Darussalam Gontor 2 dan Pondok Modern Gontor 3 “Darul Ma’rifat”.

Menurut Ustadz Denny, waktu itu dia berharap kepada Pimpinan Pondok agar bisa membantu para guru dan santri Pondok Modern Darussalam Gontor dalam memperbaiki bacaan Alquran mereka. Harapannya terlaksana dengan adanya program yang waktunya bertepatan dengan liburan semester ini. “Ustadz Fikri sudah mengadakan tajaddud bacaan Alquran kepada tiga orang syaikh di Mesir dan sudah mendapatkan rekomendasi untuk mengajarkan bacaan Alquran,” tutur Ustadz Denny kepada Gontor Online, Ahad (14/11) pagi. Ustadz Fikri datang ke Gontor ditemani Ustadz Syauqu, alumni Gontor tahun 2004, yang bertindak selaku asistennya.

Dalam pelaksanaannya, Ustadz Denny menjelaskan, program Tahsinul Qiro’ah ini membahas masalah makharijul huruf dan sifatul huruf. Sebabnya, kebanyakan santri kurang memperhatikan pengucapan huruf hijaiyyah yang benar dalam membaca Alquran. Sebagian besar dari mereka hanya sekedar bisa membaca saja. “Pada tahun-tahun sebelumnya, program semacam ini hanya memperhatikan bacaan tartil dan mujawwad saja, sedangkan tahun ini, kami lebih menekankan makharijul huruf dan sifatul huruf,” tambahnya.

Ustadz Denny menyayangkan, program ini hanya bisa dilaksanakan dalam jangka waktu yang terlalu singkat. “Padahal, sebenarnya program ini membutuhkan waktu yang lumayan lama, tidak cukup hanya beberapa hari saja,” tutur ustadz yang merupakan pembimbing Jam’iyyatul Qurro’ (JMQ) ini. Pengajaran sifatul huruf lebih sulit dibandingkan dengan makharijul huruf, lanjutnya, sehingga benar-benar membutuhkan waktu yang maksimal untuk mencapai hasil yang diharapkan. Tom’s


Popular Articles