Date:

Share:

Laporan Dari Australia: Mitra Penting itu Bernama Indonesia

Related Articles

Di depan State Library of Victoria
Di depan State Library of Victoria

Melbourne- Setelah menempuh perjalanan menggunakan pesawat selama 1 jam 10 menit, peserta Muslim Exchange Program (MEP) akhirnya tiba di Melbourne. Di airport, Chris Rafferty-Brown, koordinator MEP di Melbourne sudah menunggu kami. Setelah proses bagasi dan perkenalan dengan Chris, kami langsung menuju University of Melbourne (Unimelb) karena di sana sudah ditunggu oleh Prof. Pookong Kee, Director of Asia Institute Unimelb dan Rowan Gould, Ph.D, MEP Director di Australia.

Kurang lebih jam 13.00 kami tiba di Unimelb dan disambut hangat oleh Prof. Pookong dan Rowan. Kami langsung dibawa menuju ruang rapat di lantai 3. Tak lama kemudian, sambil makan siang, terjadi obrolan ringan terkait dengan perjalanan kami dan program yang saat ini dijalani. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi panjang lebar tentang hubungan Austrlia dan Indonesia. Prof. Pookong berujar, “Indonesia adalah salah satu partner penting dari Australia. Oleh karena itu, Unimelb selalu menjalin kerjasama dengan berbagai lembaga pendidikan di Indonesia. Ini sudah berlangsung lama dan akan terus dikembangkan”.

Diskusi kemudian berlanjut pada topik-topik laninnya; mulai dari kondisi umat Islam di Australia yang pertumbuhannya sangat pesat dan permasalahan-permasalahan yang biasanya mereka hadapi. Namun mereka menyatakan bahwa umat Islam di Australia mampu hidup berdampingan dengan umat lain. Ini mmenjadi sebuah keharusan karena Australia adalah negara yang sangat multikultural, multi etnis. Obrolan kami makin hangat ketika kami membahas permasalahan ekstrimisme, radikalisme, dan terorisme. Terungkap bahwa faham-faha tersebut berkembang pada semua agama, termasuk Islam. Umumnya mereka adalah anak-anak muda yang mudah terprofokasi dan belum punya pemahaman agama yang mendalam.

Sekitar pukul 14.30, dialog kami harus diakhiri karena terbatasnya waktu. Kami lantas memberikann beberapa cinderamata kepada Prof. Pookong dan Rowan. Setelah itu, kami langsung menuju hotel menggunakan taxi, tepatnya di Darling Towers.

Setelah check in, kami langsung shalat kemudian bersiap untuk mengunjungi State Library of Victoria. Sekitar pukul 15.30, kami sudah tiba di perpustakaan yang sangat megah dan bergaya Eropa. Di situ banyak koleksi buku-buku dan manuskrip-manuskrip kuno. Uniknya, lantai dasar yang luas digunakan sebagai ruang baca, dikelilingi oleh semacam lorong berlanti lima. Di setiap lantai terdapat ruang untuk eksebisi-eksebisi tentang berbagai macam tema yang selalu diubah setiap saat. Sementara itu, di lantai bawah tanah, terdapat koleksi buku yang sangat banyak dan juga terdapat ruang baca yang begitu nyaman, sehingga siapa saja yang masuk di dalamnya, akan betah dan berlama-lama membaca. Yang sedikit beda dari perpustakaan pada umumnya, di situ pengunjung tidak boleh meminjam buku untuk dibawa ke luar ruangan atau dibawa pulang. Mereka hanya diijinkan untuk membacanya di dalam perpustakaan. Namun, jika ada yang mau mengkopinya, tinggal memesan kepada petugas. Keunikan lin dari perpustakaan itu adalah adanya ruang khusus yang di situ bisa dijumpai koleksi buku-buku yang membahas tentang catur. Di situ juga disediakan banyak space bagi pengunjung untuk bermain catur. Saya sendiri kurang begitu memahami mengapa di perpustakaan disediakan ruang khusus untuk bermain catur.

Setelah puas berkeliling di perpustakaan, kami kembali ke hotel dengan berjalan kaki sembari menikmati suasana sore hari di pusat kota Melbourne. Sesampainya di hotel, kami langsung mandi dan istirahat sebentar lantas bersiap-siap untuk makan malam bersama alumni MEP. Tepat pukul 19.00, ditemani Chris dan Rowan, kami menuju Curry Vault Restaurant, tidak jauh dari hotel tempat kami menginap. Di sana, ternyata sudah ada Philip Knight, mantan Dubes Australia untuk Saudi Arabia pada medio 1990-an. Di sana juga terdapat beberapa tokoh muda muslim Australia yang pernah mengikuti MEP. Acara makan malam itu berjalan dengan sangat menyenangkan karena kami bebas “ngobrol” panjang lebar tentang berbagai topik. Mulai dari permasalahan umat Islam di Melbourne, hingga masalah politik yang saat ini sedang “hot” di Australia.

Demikianlah serangkaian program yang dilalui peserta MEP di Melbourne. Sangat padat, tepat waktu, –meminjam istilah Kyai Syukri– dan diatur dengan sangat rapat. Namun saya pribadi bisa mengikutinya dengan baik karena kegiatan padat semacam itu bukanlah hal yang asing di Gontor. Dan dari berbagai diskusi dan “obrolan” yang kami lakukan hari itu, terungkap bahwa Indonesia memang memiliki bargaining position yang sangat kuat di mata Australia. Oleh karena itu, saya melihat bahwa sebagai bangsa Indonesia, kita harus bangga dan memacu diri untuk menjadi bangsa yang lebih maju dan berperadaban. AbuNuya

Popular Articles