Date:

Share:

Laporan dari Australia: Melihat Gontor dari Balcombe Grammar School

Related Articles

Melbourne- Salah satu agenda peserta Muslim Exchange Program (MEP) pada tanggal 18 Maret 2015 yang lalu adalah mengunjungi Balcombe Grammar School, sebuah sekolah swasta favorit di daerah Mount Martha, dekat dengan Mornington Paninsula yang indah. Untuk menuju sekolah itu, kami menggunakan kereta api dari pusat kota Melbourne.

Salah satu kegiatan di luar kelas
Salah satu kegiatan di luar kelas

Jam 07.45 (waktu Melbourne) kami segera bergegas menuju Flinders Street Station yang terletak persis sebelum Princess Bridge, jembatan yang menghubungkan daerah utara Yara River dan selatannya. Stasiun tersebut termasuk yang terbesar di Melbourne. Dari situ, kami naik kereta menuju Frankston, stasiun kereta api terdekat dengan Mount Martha. Kereta menuju Frankston pada pagi hari biasanya tidak dipadati penumpang karena kereta tersebut menuju arah ke luar kota. Sementara itu sebaliknya, kereta yang datang dari Frankston menuju Flinders Street penuh sesak oleh penumpang. Sebagian besar mereka adalah pekerja dan mahasiswa yang harus beraktivitas di pusat kota Melbourne.

Kamipun segera bergegas masuk kereta begitu ia berhenti dengan sempurna. Jika tidak cepat, bisa saja tertinggal karena kereta di sini tidak berhenti lama dan selalu tepat waktu. Tidak ada penjaga pintu karena semuanya serba otomatis.

Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam, kami tiba di stasiun Frankston. Dari stasiun, kami mengendarai mobil menelusuri wilayah countryside yang indah. Ada kebun anggur, tempat pelatihan kuda, perumahan yang asri, padang rumput, dan pemandangan laut yang aduhai ketika melintasi jalan di pinggir Mornington Peninsula. Keelokan wilayah itu persis seperti yang diceritakan dalam buku Reading KMI Gontor ketika membahas wilayah contryside di Inggris.

Tidak sampai satu jam, akhirnya kami tiba di Balcombe Grammar School. Ibu Chris, koordinator MEP Melbourne, berpesan bahwa kami dilarang mengambil gambar para murid tanpa seizin dari orang tua. Karena aturan di sekolah ini (dan sekolah lain di Australia pada umumnya) melarang pengunjung untuk memfoto para murid. Mereka khawatir jika foto itu disalahgunakan untuk hal-hal negatif.

Saya jadi ingat kebiasaan murid-murid di Indonesia yang suka selfie kemudian mengunggahnya di media sosial seperti facebook, twitter, dan semacamnya. Mereka tidak sadar ketika mengunggahnya di internet dan bisa dilihat oleh siapa saja, kehidupan pribadi mereka sudah terbuka secara nyata di ruang publik. Foto selfie plus status selfie itu sebenarnya wilayah private yang hendaknya dijaga kerahasiaannnya. Hal itu mudah sekali dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan mereka. Maka terjadilah kasus kejahatan-kejahatan karena penyalahgunaan media sosial sebagaimana yang belakangan ini banyak kita lihat.

Hal ini tentu tidak terjadi di Gontor yang membatasi dengan ketat hal-hal seperti itu. seluruh santri dilarang membawa handphone dan alat-alat elektronika lainnya. Mereka diperbolehkan menggunakan internet tapi dijadwal pada jam-jam tertentu. Mereka boleh menelpon tapi di tempat-tempat tertentu dengan bimbingan ustadz. Mereka hanya perlu fokus belajar, mengembangkan potensi yang dimiliki melalui berbagai macam kegiatan yang sudah diatur oleh pondok. Kegiatan yang terstruktur, tersistem, dan menyeluruh. Kegiatan-kegiatan akademik bersinergi dengan kegiatan-kegiatan non akademik dengan baik. Yang suka seni disediakan media untuk menyalurkan bakatnya, yang suka kaligrafi, olahraga, pramuka, menulis, dan lain sebagainya, semuanya mendapatkan tempat dan media untuk berekspresi. Semua kegiatan itu pada akhirnya akan membentuk sebuah dinamika kehidupan pesantren. Dan itulah sebenarnya yang mewarnai dan membentuk kepribadian santri yang kuat. Di situlah terdapat kurikulum tersembunyi di Gontor yang menurut beberapa penelitian, sangat efektif digunakan untuk mendidik santri.

Setelah mendaftar di bagian penerimaan tamu, kami langsung disambut oleh kepala sekolah Mr. Matthew Dodd, kemudian diantar oleh dua anak kecil yang masih duduk di kelas 4 SD untuk bertemu dengan teman-temannya di dalam kelas. Di sana kami sudah ditunggu duapuluhan murid dan dua orang guru. Setelah memperkenalkan diri, kami langsung diberondong banyak pertanyaan oleh anak-anak kecil itu. “Why do you wear veil? Is it to protect your hair from sunlight?”, tanya salah satu murid dengan cerdas. Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan dari mereka seputar Islam. Kami sangat senang karena inilah kesempatan untuk menyampaikan kepada mereka tentang Islam yang sebenarnya. Bukan Islam yang dicitrakan oleh media-media barat sebagai agama teroris, anti perdamaian, dan sederet image negatif lainnya.

Setelah puas menjelaskan ajaran Islam kepada murid-murid SD di sekolah itu, kami kemudian dibawa ke kelas anak-anak SMU. Di situ sudah ada puluhan anak yang menyambut. Tidak jauh beda dengan kelas sebelumnya, anak-anak sudah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan tentang Islam kepada kami. Kamipun memanfaatkannya untuk menjelaskan bagaimana Islam sesungguhnya dengan panjang lebar. Ada perasaan puas pada diri kami karena salah satu misi kami dalam kegiatan ini telah tercapai.

Setelah bertemu dengan banyak murid di beberapa kelas, kami kemudian ke kantor kepala sekolah. Di situ kami berdiskusi dengan kepala sekolah dan dua wakilnya tentang kurikulum, metode, sistem, dan berbagai aktivitas di sekolah tersebut.

Salah satu kelebihan dari Balcombe Grammar School adalah metode pendidikannya yang modern dan ditambah dengan berbagai aktivitas menarik untuk membantu murid mengenali potensi yang dimiliki dan untuk mengembangkan semua yang dipunyai secara seimbang. Kegiatan akademik dan non akademik berpadu menjadi satu untuk membentuk kepribadian murid. Persis seperti apa yang ada di Gontor di mana tolok ukur keberhasilan santri adalah track recordnya dalam bidang akademik, non akademik, dan kepribadiannya. Bedanya, di Balcombe siswa-siswa tidak tinggal di asrama. Mereka belajar di sekolah dari pukul 08.45 s.d. 16.00.

Lebih dari itu, disiplin juga sangat dijunjung tinggi di sekolah ini. Anak yang melanggar disiplin berat, akan mendapat peringatan. Jika tidak membaik, orang tuanya akan dipanggil. Dan jika tetap tidak ada perubahan, mereka dipersilahkan untuk meninggalkan sekolah dan mencari lembaga pendidikan yang lain. Saya menjadi ingat petuah Kyai Hasan, “Tidak ada kemajuan tanpa kedisiplinan, tidak ada kedisiplinan tanpa ketauladanan”. Disiplin memang salah satu hal penting yang menjadikan Balcombe dan juga Gontor, sebagai lembaga pendidikan yang terus berkembang.

Beberapa jam saya dan peserta MEP lainnya mengunjungi sekolah itu, saya melihat banyak hal yang itu biasa saya jumpai di Gontor. Dan di tempat itu, saya seperti melihat Gontor dari kaca mata yang lain. AbuNuya

Popular Articles