Berdirinya Pondok Gontor Baru, Gagasan & Cita-cita

Berdirinya Pondok Gontor yang baru tidak lepas dari tekad Ibu Nyai Santoso yang mengirimkan ketiga puteranya – K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fannanie, K.H. Imam Zarkasyi – ke beberapa lembaga pendidikan untuk terus memperdalam ilmu. Ibu Nyai Santoso berharap agar ketiga puteranya itu kelak dapat menghidupkan kembali Pondok Gontor Lama yang telah runtuh itu. 

Trimurti
Trimurti, Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor

Pada tanggal 20 September 1926 bertepatan dengan 12 Rabi’ul Awwal 1345, di dalam peringatan Maulid Nabi, dideklarasikan pembukaan kembali Pondok Gontor.

Gontor sebagai Sintesa Al-Azhar, Syanggit, Aligarh dan Santiniketan

Trimurti pada awal pembangunan Pondok Gontor Baru mengkaji berbagai lembaga pendidikan di luar negeri yang sesuai dengan sistem pondok pesantren.

Di Mesir terdapat Universitas al-Azhar yang terkenal dengan keabadiannya. Al-azhar bermula dari sebuah masjid yang didirikan oleh Penguasa Mesir dari Daulah Fatimiyyah. Universitas ini telah hidup ratusan tahun dan telah memiliki harta wakaf yang mampu memberi beasiswa kepada siswa dari seluruh dunia.

Di Mauritania terdapat Pondok Syanggit. Lembaga pendidikan ini harum namanya berkat kedermawanan dan keikhlasan para pengasuhnya. Syanggit adalah lembaga pendidikan yang dikelola dengan jiwa keikhlasan; para pengasuh mendidik murid-murid siang-malam serta menanggung seluruh kebutuhan santri.

Di India terdapat Universitas Muslim Aligarh. Sebuah lembaga pendidikan modern yang membekali mahasiswanya dengan ilmu pengetahuan umum dan agama serta memjadi pelopor revival of Islam. Di India juga terdapat perguruan Santiniketan, didirikan oleh Rabindranath Tagore, seorang filosuf Hindu. Perguruan yang dikenal dengan kedamaiannya ini berlokasi di kawasan hutan, serba sederhana dan telah mampu mengajar dunia.

Keempat lembaga pendidikan tersebut menjadi idaman para pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor. Karena itu mereka hendak mendirikan lembaga pendidikan yang merupakan sintesa dari empat lembaga di atas.

Bermula dari Kongres Umat Islam

Gagasan membangun Gontor Baru dan gambaran bentuk pendidikan dan lulusannya diilhami oleh peristiwa dalam Konggres Ummat Islam Indonesia di Surabaya. Kongres yang dilaksanakan tahun 1926 dihadiri oleh tokoh-tokoh ummat Islam Indonesia. H.O.S.Cokroaminoto, Kyai Mas Mansur, H. Agus Salim, AM. Sangaji, Usman Amin, dan lain-lain.

Dalam kongres tersebut diputuskan bahwa ummat Islam Indonesia akan mengutus wakilnya ke Muktamar Islam se-Dunia yang akan diselenggarakan di Makkah. Tetapi timbul masalah tentang siapa yang akan menjadi utusan. Padahal utusan yang akan dikirim ke Muktamar tersebut harus mahir sekurang-kurangnnya dalam bahasa Arab dan Inggris. Dari peserta kongres tersebut tak seorang pun yang menguasai dua bahasa tersebut dengan baik. Akhirnya dipilih dua orang utusan, yaitu H.O.S. Cokroaminoto yang mahir berbahasa Inggris dan K.H. Mas Mansur yang menguasai bahasa Arab. Peristiwa ini mengilhami Pak Sahal yang hadir sebagai peserta konggres tersebut akan perlunya mencetak tokoh-tokoh yang memiliki kriteria di atas. Kesan Kyai Ahmad Sahal dari kongres itu menjadi topik pembicaraan dan merupakan masukan pemikiran yang sangat berharga. Kesan itu menjadi bentuk dan ciri lembaga yang akan dibina di kemudian hari.

Fenomena Pendidikan di Indonesia Saat Itu

Selain itu, situasi masyarakat dan lembaga pendidikan di tanah air saat itu juga mengilhami timbulnya ide-ide mereka. Banyak sekolah yang dibina oleh zending-zending Kristen yang berasal dari Barat mengalami kemajuan yang sangat pesat. Banyak guru-guru yang pandai dan cakap dalam penguasaan materi dan metodologi pengajaran serta penguasaan ilmu jiwa dan ilmu kemasyarakatan. Sementara itu, lembaga pendidikan Islam belum mampu menyamai kemajuan mereka. Hal ini disebabkan kurangnya lembaga pendidikan Islam yang dapat mencetak guru-guru Muslim yang cakap, berilmu luas dan ikhlas dalam bekerja serta memiliki tanggung jawab untuk memajukan masyarakat.

Dari sisi lain, lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada saat itu sangat timpang. Satu lembaga pendidikan memberikan pelajaran umum saja dan mengabaikan pelajaran-pelajaran agama. Sedangkan lembaga-lembaga pendidikan lain hanya mengajarkan ilmu agama dan mengesampingkan pelajaran umum. Padahal keduanya adalah ilmu Islam dan sangat diperlukan oleh ummat Islam. Maka pondok pesantren yang akan dikembangkan itu harus memperhatikan hal ini.

Berdiri di Atas dan Untuk Semua Golongan

Situasi sosial dan politik bangsa Indonesia berpengaruh pula pada pendidikan; banyak lembaga pendidikan yang didirikan oleh partai-partai dan golongan-golongan politik. Dalam lembaga pendidikan itu ditanamkan pelajaran tentang partai atau golongan. Sehingga timbul fanatisme golongan. Sedangkan para pemimpinnya terpecah karena masuknya benih-benih perpecahan yang disebarkan oleh penjajah. Maka lembaga pendidikan itu harus dibebaskan dari kepentingan golongan atau partai politik tertentu, dan “berdiri di atas dan untuk semua golongan”.

Tidak dapat disangkal bahwa ummat Islam Indonesia, juga ummat Islam di seluruh dunia, terbagi ke dalam berbagai suku, bangsa, negara, dan bahasa; mereka juga terbagi ke dalam aliran-aliran paham agama; mereka juga terbagi-bagi ke dalam kelompok-kelompok organisasi dan gerakan baik dalam bidang politik, sosial, dakwah, ekonomi, maupun yang lain. Kenyataan ini menunjukkan adanya faktor pengkategori yang beragam. Tetapi, harus tetap disadari bahwa kategori-kategori tersebut tidak bersifat mutlak. Karena itu, semua dasar klasifikasi tersebut tidak boleh dijadikan dasar pengkotak-kotakan ummat yang menjurus kepada timbulnya pertentangan dan perpecahan di antara mereka. Maka lembaga pendidikan harus berusaha menanamkan kesadaran mengenai hal ini, serta mengajarkan bahwa faktor pengkategori yang sebenarnya adalah Islam itu sendiri; ummat Islam seluruhnya adalah bersaudara dalam satu ukhuwwah diniyyah.

Bangsa ini terus berkembang dan semua itu menjadi perhatian, pengamatan, dan pemikiran para pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor. Secara bertahap sistem pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor berjalan dengan berbagai percobaan pengembangan dari waktu ke waktu. Ketiga pendiri yang memiliki latarbelakang pendidikan yang berbeda itu saling mengisi dan melengkapi, sehingga Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor menjadi seperti sekarang ini.

Namun semua yang ada saat ini belum mencerminkan seluruh gagasan dan cita-cita para pendiri Gontor. Karena itu adalah tugas generasi penerus untuk memelihara, mengembangkan dan memajukan lembaga pendidikan ini demi tercapainya cita-cita para pendirinya.