Date:

Share:

Pendidikan Ujian

Related Articles

Gontor menanamkan kepada seluruh santrinya untuk bersikap jujur dalam segala hal termasuk ketika ujian. Walaupun guru mereka sendiri yang menjadi pengawas bahkan meskipun wali kelas sendiri, mereka tetap dituntut untuk percaya kepada diri sendiri. Bahkan, mereka harus berani mengatakan, “Lebih baik mendapatkan nilai jelek dari hasil kerja kerasku belajar daripada memperoleh nilai bagus, namun berbuat curang.”

Mereka pun tahu, Gontor tidak akan memberikan toleransi ataupun dispensasi bagi santri-santrinya yang melakukan kecurangan dalam ujian. Hanya ada satu ‘ hadiah’ bagi mereka, diskorsing selama satu tahun ajaran atau diusir dari pondok selama-lamanya. Tidak terkecuali bagi guru-guru sendiri yang menjadi pengawas ujian. Mereka pun harus benar-benar menjadi pengawas yang jujur.

Demikianlah Gontor mendidik santri dan guru dalam suasana ujian. Para santri dididik untuk jujur dan percaya diri akan kemampuannya. Mereka juga harus ikhlas menerima hasil kerja keras mereka dalam belajar. Dengan itu, mereka terbiasa instrospeksi diri dan mengetahui dengan pasti kadar kemampuan masing-masing. Jika demikian, “Celakalah orang yang tidak mengetahui kadar kemampuannya”.

Para dewan guru pun selaku pengawas mendapatkan pendidikan tak kalah pentingnya. Mereka dididik untuk bertanggung jawab terhadap kelangsungan suasana ujian di Gontor. Tidak seorang pun yang berani lalai sehingga membiarkan santri-santrinya mencontek atau saling mencontek. Apalagi memberitahu mereka jawabannya. Inilah yang disebut ‘tamalluk’ di Gontor. Alangkah rendahnya martabat seorang guru yang mencari muka di ruang ujian. Maka, Gontor bukanlah tempatnya.

Pasalnya, hal semacam inilah yang akan merusak generasi muda Indonesia. Mental inilah yang mengharcurkan kesakralan ujian. Mental itulah yang menggerogoti dunia pendidikan di negeri ini hingga akhirnya anak-anak sekolah bersikap seperti tidak pernah mengenyam dunia pendidikan. Gontor tidak hanya mendidik santri-santrinya untuk menjadi kaum terpelajar atau intelek. Tapi, Gontor juga mendidik mereka untuk bermental baja dan bermoral, menjadi cendekiawan yang berakhak mulia dan bermartabat.

Maka santri Gontor mengenal istilah, “Bi-l-imtihaani yukramu-l-mar’u au yuhaanu”. Melalui ujian, seseorang akan menjadi mulia atau malah menjadi hina. Maksudnya, mereka yanag jujur dalam ujiannya setelah belajar dengan tekun pastilah bahagia mendapatkan hasil yang bagus dan dimuliakan Allah dengan ilmunya seperti mendapatkan pujian dari guru dan teman-temannya, mendapatkan banyak sahabat dan disenangi orang-orang. Sebaliknya, orang yang tidak sungguh-sungguh dalam ujian tentunya merasa malu mendapatkan nilai jelek. Apalagi kalau sampai mencontek, tak ayal lagi, ia akan dijauhi teman-temannya karena perbuatan hina tersebut. Na’udzubillahi min dzalik!

Popular Articles