Date:

Share:

Kiai Hasan: The Time, is Iman and Amal Saleh

Related Articles

Anak-anakku….!

Lagu “Hymne Oh Pondokku” ditutup dengan kata “ibuku”. Pondok adalah ibu. Seorang ibu tidak akan melepaskan atau meninggalkan anaknya begitu saja tanpa dihiraukan atau diperhatikan lagi. Meskipun anaknya sudah menjadi seorang presiden, ibu akan tetap menasihati anaknya. Demikian pula sang anak juga akan selalu meminta nasihat ibunya. Sementara bapakmu adalah gurumu, wali kelas, pembimbing kegiatan atau organisasimu, dan lain sebagainya. Apa saja yang dikerjakan seorang bapak dan ibu it ada di pondok.

Ketahuilah… bahwasanya dari kandungan yang sama itu akan lahir anak-anak yang berbeda. Gontor dituduh bukan  (aswaja) atau wahabi, dan lain-lain. Katakanlah, Gontor itu aswaja, aswaja yang cerdas!

Kalian di sini berkumpul, bertemu, bertatap muka, bersilaturahim. Dengan sering berkumpul, muncullah ide atau gagasan cemerlang. Di Jawa, ada istilah “cangkir” pada saat berkumpul. Kalian tahu artinya? Cangkir itu sama dengan “nyencang pikir”. Jika kita sering bertemu, maka kita akan banyak me-nyencang pikir.

Ingatlah… Jangan mudah-mudah merasa silau! Laisa kullu mā yalma‘u dzahaban. Belumlah tentu rumput tetangga itu lebih hijau daripada rumput kita. Pondok sudah mengajari kita tentang hal itu. Maka, jangan pernah tertipu.

Kalian datang ke pondok ini tidak hanya untuk men-charge atau memperbaharui semangat dan motivasi, tapi untuk membaca rapor masing-masing, tentang keikhlasan kita, kesederhanaan kita, dan lain-lain. Apakah kita sudah menerapkan keikhlasan yang telah diajarkan Gontor dalam kehidupan nyata? Bagaimanakah kesederhanaan kita? Bacalah! Demikian juga dengan rapor pondok. Adakah nilai-nilai Gontor yang berubah? In shaa Allah, Gontor akan tetap istiqamah dalam menjaga nilai-nilai warisan Trimurti.

Anak-anakku…! Gontor tidak pernah merasa takjub dengan berbagai profesi alumninya, tapi akan kagum dengan keistiqamahan mereka dalam menjalani profesi tersebut berdasarkan nilai-nilai yang telah diajarkan pondok. Gontor akan takjub dengan komitmen mereka terhadap nilai-nilai pondok.

Resapilah Surat Ali Imran ayat 190–191: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya… Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”

Resapilah maknanya agar kalian bercermin dari berbagai arah. Bercerminlah dari berbagai sisi, bukan hanya dari depan sebab muka kita selalu kita poles. Lihat pulalah bagian belakang kita.

Anak-anakku… Gontor telah memberikan “kunci” kepada kalian. Memang, bahasa Arab kita kalah dari LIPIA, demikian pula bahasa Inggris kita kalah dari sekolah-sekolah umum. Tapi, anak-anak Gontor bisa menggunakan “kunci” tersebut dengan baik.

Dunia pergaulan semakin luas, sementara buminya yang kita diami ini tidak makin meluas. Jika kita tidak mengembangkan kunci-kunci tersebut, maka kita akan semakin tersingkir. Jangan sampai punya kunci tapi tidak dipakai.

Pada zaman sekarang, banyak sekali orang-orang yang keblinger. Kok bisa, orang-orang melakukan istighasah untuk menolak penutupan Gang Dolly. Lā haula wa lā quwwata illā billahi.

Ingatlah, Gontor bukan lembaga pergerakan, tapi lembaga pendidikan. Gontor mendidik anak-anak yang akan mendidik presiden, menteri, jenderal, dan lain-lain. Gontor mendidik santri dengan cara mu‘amalah (bergaul dalam kehidupan sosial atau bermasyarakat), mu‘asyarah (pergaulan dalam keluarga), dan mukhalathah (berbaur dengan teman dan anak-anak didik atau guru).

Gontor ibarat menghadapi anak-anak yatim lebih dari 4.000 orang karena mereka menjadi santri ditinggal orang tua pulang ke rumah. Maka, santri-santri di Gontor haruslah ditemani, diajari, dibimbing selama 24 jam.

Hingga saat ini, banyak yang ingin meniru Gontor, tapi yang dilihat hanya kulitnya saja, tidak mau melihat nilai-nilai dan jiwa yang ada di dalamnya. Orang-orang hanya ingin meniru bahasa Arab-nya atau bahasa Inggris-nya, atau pengelolaan asramanya.

Anak-anakku… jadilah kalian mundzirul qaum (pemberi peringatan atau pendakwah kebaikan) sesuai dengan profesinya masing-masing.

Ketahuilah, apa yang kami lakukan saat ini adalah warisan generasi terdahulu, yang telah dirintis oleh Trimurti. Tidak ada satu pun yang keluar dari nilai-nilai yang telah digariskan sejak dahulu.

Dalam banyak pertemuan, kami sering membacakan Piagam Penyerahan Wakaf Pondok Modern Gontor, agar semua tahu apa yang diwasiatkan oleh Trimurti kepada kita.

Anak-anakku…! Jika kita mengatakan saat ini belum waktunya menegakkan nilai-nilai Islam, kira-kira anak dan cucu kita nanti pasti akan mengatakan hal yang sama, yaitu belum waktunya. Karena itu, kalau tidak sekarang kapan lagi, kalau bukan kita siapa lagi.

Bung Karno pun kalau tidak dipaksa untuk membacakan proklamasi oleh para pemuda waktu itu, maka kemerdekaan akan tertunda. Ibaratnya, jika ingin kawin, maka jangan menunggu waktu punya kasur yang mentul-mentul.

Pondok ini anti intervensi. Maka, bukalah mata, telinga, hati, otak luas-luas, tapi tutuplah mulut! Karena didorong tendensi, belum melihat dan mendengar sudah mau nyerocos terus.

Kunjungilah selalu pondok ini. Dulu Pak Sahal bernasihat kepada santri-santri lama: “Kunjungilah pondokmu walaupun aku sudah tidak ada lagi.”

Berhati-hatilah, jejaring sosial seringkali merusak, terutama bagi orang-orang yang pikirannya kosong dan tidak punya prinsip.

Anak-anakku… belum tentu saat di pondok tidak menjadi ketua, setelah keluar dari pondok ia tidak akan menjadi ketua, karena kalian semua telah diberi kunci. Bahayanya, kalau kalian hanya punya kunci, tapi mengaku punya lemari.

Ketahuilah, nilai-nilai keikhlasan, kebersamaan, dan tawadlu pada zaman dahulu sangatlah tinggi. Namun, di zaman ini virus egoisme amat mendominasi.

Saat ini, unsur ibadah dalam kehidupan amat tipis. The time is money, prestise, dan lain sebagainya. Ini adalah sekularisme. Yang benar adalah the time is iman dan amal saleh.*

 

*) Disampaikan oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, pada acara Reuni Akbar Alumni Gontor 1998, Sabtu, 21 Februari 2015.

 

Popular Articles