Date:

Share:

K.H. Hasan Abdullah Sahal: Jagalah Jati Diri dan Harga Diri

Related Articles

K.H. Hasan Abdullah Sahal
K.H. Hasan Abdullah Sahal

Rasanya, Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) itu organisasi alumni yang pertama kali berdiri, tahun 1949. Hanya kalah dari organisasi alumni Al-Azhar Cairo. Tidak apa-apa sekarang menjadi nomor 2, tapi besok IKPM bisa jadi nomor 1.

Anak-anak Gontor itu bisa menjadi pemimpin di mana saja. Alhamdulillah, di mana-mana ada anak Gontor. Allah membuat anak Gontor tidak bisa ditinggalkan.

Di antara sesepuh pondok sekarang, saya ini (Ustadz Hasan) yang paling muda, masih 67 tahun. Pak Syamsul Hadi Abdan sudah 71 tahun. Pak Syukri memasuki usia 74 tahun, dan Ketua Badan Wakaf, H. Kafrawi Ridwan, sudah 86 tahun. Alhamdulillah, doakan agar kami semua sehat.

Ingatlah, Gontor tidak terikat dengan kurikulum apapun. Mau ada kurikulum 2013, 2016, atau kurikulum 2013 plus, atau apapun, Gontor tidak terpengaruh. Gontor mempunyai kurikulum mandiri, kurikulum seumur hidup. Marilah kita bersyukur.

Sekarang ini, kehidupan yang sakral hanya ada di pesantren. Sulit mencari kehidupan yang sakral di luar pesantren. Karena itu, alumni Gontor harus mampu membangun kehidupan yang sakral di mana saja. Di sawah, di sekolah, di kantor, di rumah, di mana saja kita berada, kehidupan ini harus dijadikan sakral (catatan: sakral itu artinya suci, mengarah pada nilai-nilai kebenaran).

Sekarang ini cenderung terjadi desakralisasi kehidupan. Di mana orang tidak lagi peduli dengan nilai-nilai kebenaran, menghalalkan segala cara dan mengabaikan nilai-nilai kebenaran. Alumni Gontor harus mampu membuat kehidupan menjadi sakral (selalu berpegang pada kebenaran).

Alumni Gontor diharapkan bisa menjadi mundzirul qaum (‘penganjur/pengingat umat’). Harus menjadi orang yang ya’mur wa yanha (‘mengajak/mengarahkan dan mencegah’), bukan orang-orang yang yu’mar wa yunha (‘diperintah dan dicegah’). Jadilah decision maker (‘penentu/pembuat keputusan’), bukan decision ngekor (‘pengekor/pengikut keputusan’).

Bangsa ini seharusnya kaya, tetapi sekarang bangsa ini lebih cenderung ingin dijajah. Bangsa ini cenderung menjadi “ahli sedekah”. Gunung disedekahkan. Ikan laut, emas, TKI, bahkan harga diri disedekahkan. Bangsa kita ingin dijajah, bahkan memohon untuk dijajah kembali. Inilah bangsa kaya tapi bermental ingin dijajah, tidak pernah mandiri.

Pesantren, dari dulu sampai sekarang adalah anti penjajah. Panca Jiwa pondok adalah benteng-benteng yang tidak bisa diintervensi dan dijajah oleh siapapun.

Keikhlasan adalah benteng utama. Orang-orang ikhlas tidak bisa diintervensi, tidak bisa dijajah. Maka di Gontor tidak ada “take and give“. Yang ada adalah “give, give, and give” (‘memberi, memberi, dan memberi’), in sya Allah “gain” (‘mendapat’). Di dalam Al-qur’an, tidak ada satu pun ayat yang mengajarkan kita untuk meminta-minta. Bahkan orang fakir pun tidak diperintahkan meminta-minta.

Kalau memikirkan “take and give” (‘mengambil dan memberi’), berarti ada transaksi. Ingatlah, orang Islam hanya bertransaksi dengan Allah, karena Allah telah “membeli” orang-orang yang beriman dan beramal saleh dengan surga. (Kalau harapannya surga, mengapa harus mengharapkan hal lain lagi di dunia ini?).

Kesederhanaan, prinsip itu pula yang membuat kita bertahan. Sederhana bukan berarti miskin. Selain sederhana, kita juga berjiwa besar, hati besar, jiwa besar, bukan omongan besar.

Kita akan terus mengalami pergantian generasi. Kata orang, generasi pertama perintis, generasi kedua pejuang, generasi ketiga penikmat, dan generasi keempat adalah perusak. Semoga di Gontor tidak begitu.

Alhamdulillah, Gontor terus berdiri dengan tegak. Sekarang ini di Gontor ada sekitar 4.200 santri, 700 guru, dan 1.000 mahasiswa. Tugas kita bersama adalah menjaga pondok ini tetap berdiri tegak dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang tetap terjaga.

Alhamdulillah, pondok tidak mengalami intervensi dari luar. Yang tidak mau mengikuti aturan pondok, silakan keluar. Tidak ada intervensi dari pemerintah, dari mana-mana, bahkan dari wali santri. Kalau mau membantu, boleh. Tapi tidak ada intervensi. Kita tetap teguh dan istiqamah, walaupun harus menjadi minoritas. Lebih baik menjadi minoritas tapi masuk surga daripada menjadi mayoritas tapi masuk neraka.

Kita harus bisa menjaga jati diri dan harga diri. Kita juga harus tahu diri. Maka, kembangkanlah diri kita dan jagalah diri. Jangan sampai ada yang menjual diri. Hingga pada akhirnya ia gantung diri. Na’udzu billahi min dzalik. Karena, di luar kalian akan menemukan singa-singa kehidupan yang siap menerkam. Anak Gontor tidak boleh diam saja. Bergeraklah dan lakukan apapun yang bisa Anda lakukan. elk

*Disampaikan oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal pada acara Silaturahim IKPM Cabang Subang dan Bandung di Hotel Grand Lembang, Senin, 6 Januari 2015.

Popular Articles