Date:

Share:

Indonesian-Russian Interfaith Dialogue Bahas Prinsip Gontor

Related Articles

PendidikanRUSIA—Membesarkan bangsa ibarat membangun sebuah rumah tangga. Berbagai masalah dan pendapat boleh mengemuka namun harus ada jalan keluar yang bijak. Untuk itu, Pondok Modern Darussalam Gontor menawarkan sebuah konsep model pendidikan yang dibutuhkan sebagai jalan keluarnya.  Inilah salah satu dari benang merah yang mengemuka pada acara Indonesian-Russian Interfaith Dialogue yang dilaksanakan di kota santri Rusia, Kazan, 6 Juni 2011 lalu.

Acara yang diselenggarakan KBRI Moskow ini bekerjasama dengan Kemenag RI, Kemlu RI dan berbagai pihak terkait di Rusia. Sebanyak lima pembicara terkemuka dari Indonesia diboyong ke Rusia. Kelima pembicara tersebut adalah Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Dr. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, Prof. Dr. Philip K. Wijaya, Trias Kuncahyono, dan Dr. Abdul Djamil.

Dalam pertemuan yang bertajuk “Building Harmony in Diversity” tersebut, tiga pilar pendidikan yang dipakai oleh Pondok Modern Darussalam Gontor menjadi salah satu bahan diskusi yang cukup hangat. Ketiga pilar tersebut mencakup pendidikan keagamaan (ketuhanan), kemanusiaan, dan kebangsaan. Pertautan antara ketiganya tidak bisa dipisahkan bila menginginkan keberhasilan dalam pembangunan mental yang mampu menjaga kerukunan hidup berbangsa dan bernegara. Hal ini dapat dimaklumi, selain berbagai teori sosiologi yang mengemuka, unsur pendidikan merupakan hal yang mutlak dan tidak bisa dinafikan. Inilah bagian penting yang akan membangun kepribadian generasi muda suatu bangsa sebelum mereka benar-benar terjun dalam kehidupan bermasyarakat.

Menurut Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, Dr. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, setiap manusia yang terlahir di Indonesia dipastikan memiliki agama, menjadi seorang manusia sekaligus menjadi bagian dari sebuah bangsa.  Karenanya, untuk membangun sebuah individu yang komplit, maka pilar-pilar tersebut harus ditanamkan sejak dini.  Gontor sebagai lembaga pesantren sudah dipastikan mengajarkan agama secara intens, menerapkan sistem pendidikan berbasis asrama agar santri bisa bermasyarakat, serta menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dalam arti yang luas.  Apabila tiga hal tersebut ditangani secara serius, maka setiap individu akan memiliki potensi iman yang baik, mengerti keberagaman kehidupan serta mampu bergaul di masyarakat dengan mengedepankan prinsip keharmonisan.

“Nilai-nilai dan filsafat hidup yang diajarkan di Gontor juga berlaku secara universal,” ujar Dr. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, saat ditanya bagaimana membumikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan setiap anak didik. Salah seorang putra Trimurti pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor ini menggarisbawahi bahwa penanaman nilai yang efektif bukan hanya melalui buku dan pelajaran di kelas, namun melalui berbagai aktivitas yang sengaja didesain untuk mendidik mereka.

Sebenarnya, dalam kesempatan interfaith dialogue ini, permasalahan yang dibahas tidak hanya berkutat di bidang pendidikan saja. Isu seputar kekerasan terhadap kemanusiaan juga menjadi topik yang mengemuka. Selain itu, para peserta dialog juga membahas bagaimana menjaga pluralisme di tengah maraknya kebebasan daerah. Peran pers dalam alam demokrasi pun tidak ketinggalan menjadi pembahasan yang menarik.

Dari pihak Rusia, selain para agamawan, para akademisi juga ikut menjadi pembicara. “Isu-isu yang dibahas merupakan hal yang relevan bagi Indonesia maupun Rusia,” kata Dubes Hamid Awaludin. Menurut penanggung jawab acara dari KBRI Moskow, M. Aji Surya, kegiatan ini merupakan acara yang kedua kalinya dilaksanakan di Moskow. Sebelumnya, acara serupa pernah digelar pada tahun 2009 silam. Selain di Kazan, kegiatan ini juga dilangsungkan di Universitas MGIMO, Moskow, dua hari kemudian, pada 8 Juni 2011.

Popular Articles